Bila kita bandingkan adat Minangkabau dengan adat istiadat atau kebudayaan daerah lain yang ada di Indonesia, minimal kita akan menemukan ...
Bila kita bandingkan adat Minangkabau dengan adat istiadat atau kebudayaan daerah lain yang ada di Indonesia, minimal kita akan menemukan ada 4 (empat) perbedaan pokok yang merupakan ciri-ciri khas adat Minangkabau yaitu :
Adat Minangkabau adalah merupakan pedoman dan pegangan hidup dari suatu masyarakat yang menganut sistim matrilinial. Berbeda dengan masyarakat daerah lain di Indonesia yang pada umumnya umum menganut sistem patrilinial atau parental.
Masyarakat Minangkabau adalah satu-satunya di Indonesia yang struktur sosial masyarakatnya didasarkan pada sistem (kekerabatan) matrilineal artinya. Kaum ibu dalam kehidupan masyarakat Minangkabau menempati peranan dan posisi sentral dan istimewa demi kehidupan keluarga / masyarakat. Hal ini terlihat dalam konsepsi adat tentang kaum ibu (bundo kanduang) yang berbunyi :
Jadi adat Minangkabau tidak mengenal adanya buku adat yang dapat dibaca oleh generasi yang datang kemudian. Inilah yang disebut dalam ungkapan adat “warih bajawek, tutua badanga” ( warisan diterima, tutur didengar).
Kaedah-kaedah adat dalam bentuk pepatah petitih, mamang, bidal, pantun dan gurindam adat tersebut berfungsi sebagai dasar hukum dari ajaran adat Minangkabau. Apa saja masalah yang dibicarakan dalam adat Minangkabau mempunyai dasar hukum, berupa pepatah, petitih, mamang, bidal, pantun atau gurindam adat.
Kalau ditafsirkan menurut hukum logika, maka kita akan keliru atau salah dalam memahami kaedah-kaedah adat tersebut, dan akhirnya kita akan keliru atau salah dalam memahami adat Minangkabau, karena kata-kata kias yang terdapat dalam kaedah adat Minangkabau tersebut bertentangan dengan hukum logika.
Contoh :
Aniang saribu aka, Dek saba bana mandatang.
Sistem Matrilineal
Adat Minangkabau adalah merupakan pedoman dan pegangan hidup dari suatu masyarakat yang menganut sistim matrilinial. Berbeda dengan masyarakat daerah lain di Indonesia yang pada umumnya umum menganut sistem patrilinial atau parental.
Masyarakat Minangkabau adalah satu-satunya di Indonesia yang struktur sosial masyarakatnya didasarkan pada sistem (kekerabatan) matrilineal artinya. Kaum ibu dalam kehidupan masyarakat Minangkabau menempati peranan dan posisi sentral dan istimewa demi kehidupan keluarga / masyarakat. Hal ini terlihat dalam konsepsi adat tentang kaum ibu (bundo kanduang) yang berbunyi :
Bundo kanduang limpapeh rumah nan gadang
Umbun puruak pegangan kunci
Umbun puruak aluang bunian
Pusek jalo kumpulan tali
Sumarak didalam kampuang
Hiasan dalam nagari
Kok iduik tampek banasa
Kok mati tampek baniek
Ka unduang-unduang ka Madina
Kapayuang panji kasarugo
Pedoman tanpa Buku
Adat Minangkabau sebagai pedoman dan pegangan hidup tidak dikodifikasikan (dibukukan) sebagaimana halnya adat istiadat dan kebudayaan lain pada umumnya. Adat Minangkabau diterima (diwarisi) oleh satu generasi ke generasi berikutnya melalui media tutur, dan diterima secara turun temurun melalui mulut ke mulut dari nenek moyang orang Minangkabau sampai pada generasi yang hidup sekarang ini.Jadi adat Minangkabau tidak mengenal adanya buku adat yang dapat dibaca oleh generasi yang datang kemudian. Inilah yang disebut dalam ungkapan adat “warih bajawek, tutua badanga” ( warisan diterima, tutur didengar).
Kekayaan Petuah
Ketentuan-ketentuan pokok dari adat Minangkabau berupa kaedah adat, dihimpun dalam bentuk petatah-petitih, mamang, bidal, pantun dan gurindam adat yang kata-katanya terdiri dari kata-kata kias (kato-kato kieh). Tentang hal ini adat mengatakan, “malangkah diujuang karih, basilek dipangka padang, kato salalu baumpamo, rundiang salalu bakiasan”.Kaedah-kaedah adat dalam bentuk pepatah petitih, mamang, bidal, pantun dan gurindam adat tersebut berfungsi sebagai dasar hukum dari ajaran adat Minangkabau. Apa saja masalah yang dibicarakan dalam adat Minangkabau mempunyai dasar hukum, berupa pepatah, petitih, mamang, bidal, pantun atau gurindam adat.
Hukum di luar Logika
Dalam memahami adat Minangkabau kita tidak bisa ditafsirkannya menurut hukum logika semata. seperti lazimnya kita mempelajari atau memahami sesuatu. Dalam mempelajari adat Minangkabau yang dasar hukumnya berupah pepatah petitih, mamang, bidal, pantun dan gurindam adat, yang kata-katanya terdiri dari kata-kata kias, kita tidak bisa memahaminya menurut pengertian logika.Kalau ditafsirkan menurut hukum logika, maka kita akan keliru atau salah dalam memahami kaedah-kaedah adat tersebut, dan akhirnya kita akan keliru atau salah dalam memahami adat Minangkabau, karena kata-kata kias yang terdapat dalam kaedah adat Minangkabau tersebut bertentangan dengan hukum logika.
Contoh :
Agar kita tidak keliru atau salah dalam memahami kata-kata kias yang merupakan dasar hukum dari adat Minangkabau tersebut maka, kita harus menafsirkanya menurut metoda berfikir Minangkabau ,yaitu dengan cara mengetahui dan memahami ereang jo gendeang, raso jo pareso, malu jo sopan. Dalam hubungan ini perlu kita pahami ketentuan adat yang berbunyi : Pikia palito hati, Nanang ulu bicaraDuduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang
Taimpik diateh, takuruang dilua
Kandua badantiang-dantiang, tagang bajelo-jelo
Ingek-ingek nan diateh, nan dibawah kok maimpok
Tirih kok datang dari lantai, galodo kok datang dari ilia
Bajalan baduo nak ditangah, bajalan surang nak dahulu, dsb.
Seharusnya menurut hukum logika, berbunyi :
Duduak surang balapang-lapang, duduak basamo basampik-sampik
Taimpik dibawah, takuruang didalam
Kandua bajelo-jelo, tagang badantiang-dantiang
Ingek-ingek nan diateh kok maimpok nan dibawah
Tirih kok datang dari loteng, galodo kok datang dari mudiak
Bajalan baduo tak mungkin ditangah, bajalan surang tak mungkin dahulu.
Aniang saribu aka, Dek saba bana mandatang.
Agiah Komen Gai La Sanak